ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEUANGAN
BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA: STUDI EMPIRIS PERIODE 2008-2011
Irman Firmansyah[1]
Universitas Siliwangi Tasikmalaya
Wawan
Sukmana[2]
Universitas Siliwangi Tasikmalaya
ABSTRAK
This paper to
analyze influence of independent
variables which consist of Capital Adequacy Ratio (CAR) and profit-loss
sharing financing (LnMudharabah and LnMusyarakah) to performing financing. The
performing finance is measured by Return On Assets (ROA). This Research is Empirical Study at Bank Umum Syariah in Indonesia in 4 periods of observation in 2008-2011. Analyzer
applied in this research is Ordinary Lease
Square (OLS). Data collecting technique by through secondary data
that is data obtained from website, literature and the bibliography are
relationship with problem which will be cecked. The result shows that Capital Adequacy Ratio have negativelly, while profit-loss sharing financing
has positivelly affect on
the performing finance that measured by Return On Assets of Bank Syariah in Indonesia.
Keywords:
capital adequacy ratio (CAR), profit-loss sharing
financing, performing financing, return on assets (ROA).
PENDAHULUAN
Di Indonesia sistem perbankan
yang digunakan adalah dual banking system[3].
Dengan begitu kebijakan yang diambil pemerintah melalui Bank Indonesia tentu
berbeda untuk kedua jenis bank tersebut. Pada bank syariah tidak mengenal
sistem bunga, sehingga profit yang di dapat bersumber dari bagi hasil dengan
pelaku usaha yang menggunakan dana dari bank syariah serta investasi dari bank
syariah sendiri (Antonio, 2001). Bank syariah pertama kali muncul di Indonesia
adalah Bank Muamalat yang lahir pada tahun 1992, Bank Muamalat lahir sebagai
pencetus bank Islam yang gerah dengan keadaan bank konvensional yang berbasis
bunga yang tidak sesuai dengan prinsip Islam.
Bank
syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi sektor keuangan,
melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan menghimpun dana dari masyarakat dan
kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat melalui pembiayaan. Dana yang
dihimpun dari masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk giro, tabungan dan
deposito baik dengan prinsip wadiah maupun prinsip mudharabah. Sedangkan
penyaluran dana dilakukan oleh bank syariah melalui pembiayaan dengan empat
pola penyaluran yaitu prinsip jual beli, prinsip bagi hasil, prinsip ujroh dan
akad pelengkap (Karim, 2008).
Sebagai
lembaga yang penting dalam perekonomian maka perlu adanya pengawasan kinerja
yang baik oleh regulator perbankan. Salah satu indikator untuk menilai kinerja
keuangan suatu bank adalah melihat tingkat profitabilitasnya. Hal ini terkait
sejauh mana bank syariah menjalankan usahanya secara efisien. Efisiensi diukur
dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang
menghasilkan laba. Semakin tinggi profitabilitas bank syariah, maka semakin
baik pula kinerja bank syariah tersebut.Menurut Dendawijaya (2003) bahwa dalam
penentuan tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian
besarnya Return On Assets (ROA) dan tidak memasukkan unsur Return On
Equity (ROE), hal ini dikarenakan Bank Indonesia, sebagai Pembina dan
pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang
diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan
masyarakat. Ukuran profitabilitas Return On Equity (ROE) digunakan untuk
perusahaan pada umumnya dan Return On Assets (ROA) pada industri
perbankan. Return On Assets (ROA) memfokuskan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan Return On
Equity (ROE) hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik
perusahaan dalam bisnis tersebut (Mawardi, 2005). Oleh karena itu, dalam
penelitian ini ukuran kinerja bank syariah yang digunakan adalah ROA.
Dalam
seminar restrukturisasi perbankan di Jakarta 1998 menyimpulkan beberapa
penyebab menurunnya kinerja bank, antara lain: (1) Semakin meningkatnya kredit
bermasalah perbankan. (2) Dampak likuidasi bank-bank 1 November 1997 yang
mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan
pemerintah, sehingga memicu penarikan dana secara besar-besaran. (3) Semakin
turunnya permodalan bank dan bahkan diantaranya negative net worth,
karena adanya kebutuhan pembentukan cadangan, negative spread, unprofitable,
dan lain-lain. (4) Banyak bank tidak mampu menutup kewajibannya terutama karena
menurunnya nilai tukar rupiah. (5) Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit
(BMPK). (6) Modal bank atau Capital Adequacy Ratio (CAR) belum
mencerminkan kemampuan riil untuk menyerap berbagai risiko kerugian. (7)
Manajemen tidak professional. (8) Moral hazard.
Return
On Assets (ROA)
digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Aktiva tersebut adalah
cerminan dari ukuran perusahaan. Artinya semakin besar ROA menunjukkan kinerja
keuangan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian semakin besar. Sehingga
apabila ROA meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, dampak
akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham.
Beberapa
penelitian menguji pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return
On Assets (ROA). Penelitian Werdaningtyas (2002), Mabruroh (2004),
Nugraheni dan Hapsoro (2007), Wijaya (2007) ditemukan bahwa Capital Adequacy
Ratio (CAR) berpengaruh positif signifikan terhadap Return On Assets (ROA).
Namun hasil penelitian tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Sartika
(2012) dimana CAR berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA. Dari
beberapa hasil penelitian tersebut ternyata hasilnya belum konsisten dan
diperlukan kembali penelitian.
Selanjutnya
faktor lain yang turut berperan dalam menghasilkan keuntungan bank adalah dari
penyaluran pembiayaan bagi hasil yang dicerminkan oleh pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang merupakan produk utama dari perbankan syariah dan
yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional.
Penelitian
sebelumnya mengenai pengaruh pembiayaan bagi hasil adalah Wicaksana (2011) dengan
hasil bahwa semakin tinggi pembiayaan mudharabah dan musyarakah maka
semakin tinggi profitabilitas bank umum syariah yang diproksikan dengan ROA. Sedangkan Maya (2009) dengan
hasil bahwa semakin tinggi pembiayaan mudharabah dan musyarakah maka
semakin rendah profitabilitas bank umum yang diproksikan dengan net profit
margin dan gross profit margin. Perbedaan hasil penelitian tersebut
memicu penulis untuk meneliti kembali mengenai pengaruh CAR
dan pembiayaan bagi
hasil terhadap kinerja bank umum syariah di Indonesia.
REVIEW
PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Bank
Syariah
Menurut UU RI nomor 10 tahun 1998
tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Kasmir, 2005).
Bank
Syariah adalah sistem perbankan dalam Ekonomi Islam didasarkan pada konsep
pembagian baik keuntungan maupun kerugian. Disini artinya siapa yang ingin
mendapatkan hasil dari tabungannya, juga harus bersedia mengambil risiko.
Bank-bank syariah dikembangkan berdasarkan prinsip yang tidak membolehkan
pemisahan antara hal yang temporal (keduniaan) dan keagamaan. Prinsip ini mengharuskan
kepatuhan kepada syariah sebagai dasar dari semua aspek kehidupan. Kepatuhan
ini tidak hanya dalam hal ibadah ritual, tetapi transaksi bisnis pun harus
sesuai dengan ajaran syariah. Bank Islam menolak bunga sebagai biaya untuk
penggunaan uang dan pinjaman sebagai alat investasi (Karim, 2004).
Menurut
Antonio (2001) Bank Islam atau yang selanjutnya disebut bank syariah, adalah
bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank ini usaha
pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan
prinsip syariat Islam.
Selanjutnya
Muhamad (2005), menyatakan bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa yang disebut finacial
intermediary artinya lembaga bank adalah lembaga yang dalam aktivitasnya
berkaitan dengan masalah uang. Oleh karena itu usaha bank akan selalu dikaitkan
dengan masalah uang yang merupakan alat pelancar terjadinya perdagangan yang
utama. Kegiatan usaha bank akan selalu terkait dengan komoditas antara lain: 1)
Memindahkan uang, 2) Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening
koran, 3) Mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat berharga lainnya,
4) Membeli dan menjual surat-surat berharga, 5) Membeli dan menjual cek, surat
wesel, kertas dagang, dan 6) Memberi jaminan bank
Dalam
melaksanakan investasinya, bank syariah memberi keyakinan bahwa dana mereka
sendiri,
serta dana lain yang tersedia untuk investasi, mendatangkan pendapatan yang
sesuai dengan syariah dan bermanfaat bagi masyarakat. Menurut Muhamad (2005)
dalam menjalankan usahanya minimal bank syariah mempunyai lima prinsip
operasional yang terdiri atas: prinsip titipan murni, bagi hasil, prinsip jual
beli dan margin keuntungan, prinsip sewa, dan prinsip fee (jasa)[4].
Kinerja Bank
Manajemen adalah faktor utama
yang mempengaruhi profitabilitas bank. Seluruh manajemen bank, baik yang
mencakup manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umun,
manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas pada akhirnya akan mempengaruhi
dan bermuara pada perolehan laba (profitabilitas) pada perusahaan perbankan
(Payamta, 1999).
Menurut
Siamat (2005), rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur efektifitas bank
dalam memperoleh laba. Disamping dapat dijadikan sebagai ukuran kesehatan
keuangan, rasio-rasio profitabilitas ini sangat penting untuk diamati mengingat
keuntungan yang memadai diperlukan untuk mempertahankan arus sumber-sumber
modal. Teknik analisis profitabilitas ini melibatkan hubungan antara pos-pos
tertentu dalam laporan perhitungan laba rugi untuk memperoleh ukuran-ukuran
yang dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai efisiensi dan kemampuan
bank memperoleh laba. Oleh karena itu teknik analisis ini disebut juga dengan
analisis laporan laba rugi.
Ukuran
profitabilitas yang digunakan adalah Return on Equity (ROE) untuk
perusahaan pada umumnya dan ROA pada industri perbankan. Return on Asset (ROA)
memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi
perusahaan, sedangkan Return on Equity hanya mengukur return yang diperoleh dari invesatsi
pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Siamat, 2002).
Analisis
profitabilitas yang relevan dipergunakan dalam meneliti profitabilitas
perbankan adalah ROA. Menurut Meythi (2005) alasan penggunaan ROA dikarenakan
BI sebagai pembina dan pengawas perbankan yang lebih mementingkan aset yang
dananya berasal dari masyarakat. Alasan ini didukung pula
oleh Riyanto dalam Stiawan
(2009)[5].
ROA
merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak dengan total aset dalam suatu
periode, rumus yang digunakan untuk mencari ROA adalah sebagai berikut:
ROA =
x 100%
ROA
dihitung berdasarkan perbandingan laba sebelum pajak dan rata-rata total
aktiva. Karena hasil operasi yang ingin diukur, maka dipergunakan laba sebelum
bunga dan pajak. Aktiva yang digunakan untuk mengukur kemampuan memperoleh laba
operasi adalah aktiva operasional. Bank dengan total aset relatif besar akan
mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total revenue yang
relatif besar sebagai akibat penjualan produk yang meningkat. Dengan
meningkatnya total revenue tersebut maka akan meningkatkan laba
perusahaan sehingga kinerja keuangan akan lebih baik (Mawardi, 2005)
Capital Adequacy
Ratio (CAR)
Modal merupakan aspek penting bagi
suatu unit bisnis bank. Sebab beroperasi tidaknya atau dipercaya tidaknya suatu
bank, salah satunya dipengaruhi oleh kondisi kecukupan modalnya. Penilaian
permodalan dimaksudkan untuk menilai kecukupan modal bank dalam mengamankan
eksposur risiko posisi dan mengantisipasi eksposur risiko yang akan muncul.
Penilaian kuantitatif faktor permodalan dilakukan dengan melakukan penilaian
terhadap komponen sebagai berikut:
1.
Kecukupan, proyeksi (trend
ke depan) permodalan dan kemampuan permodalan dalam mengcover risiko.
2.
Kemampuan memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal
dari keuntungan, rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses
kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham.
Dalam
penelitian ini kecukupan modal diukur menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR).
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio atau perbandingan antara modal
bank dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Capital Adequacy Ratio (CAR)
menjadi pedoman bank dalam melakukan ekspansi di bidang perkreditan. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001) :
CAR =
x 100%
Hasil
penelitian Werdaningtyas (2002), Mabruroh (2004), Nugraheni dan Hapsoro (2007),
Wijaya (2007) ditemukan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh
positif signifikan terhadap Return On Assets (ROA). Namun hasil
penelitian tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Sartika (2012) dimana
CAR berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA.
Berdasarkan
kajian teori dan hasil penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan
adalah:
H1: CAR Berpengaruh Positif terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah
Pembiayaan
Bagi Hasil
Salah satu fungsi dan kegiatan bank
syariah adalah menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan. Pembiayaan secara luas
menurut Muhammad (2002) berarti financing atau pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun dijalankan oleh orang lain.Alokasi dana dalam bentuk pembiayaan menurut Muhammad (2002) mempunyai beberapa tujuan yaitu
mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat resiko yang rendah, dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman.
Siamat (2005) menyatakan bahwa
penyaluran pembiayaan merupakan kegiatan yang mendominasi pengalokasian dana
bank. Penggunaan dana untuk penyaluran pembiayaan ini mencapai 70% sampai 80%
dari volume usaha
bank. Oleh karena itu, sumber utama pendapatan bank berasal dari kegiatan
penyaluran pembiayaan baik dalam bentuk bagi hasil, mark up, maupun
pendapatan sewa. Menurut Firdaus (2009), dengan diperolehnya pendapatan dari
pembiayaan, maka diharapkan profitabilitas bank akan membaik yang tercermin
dari perolehan laba yang meningkat.
Menurut
Karim (2008), jenis-jenis pembiayaan syariah menurut tujuannya dibedakan
menjadi pembiayaan modal kerja syariah, pembiayaan investasi syariah, dan
pembiayaan konsumtif syariah. Akad atau prinsip yang menjadi dasar operasional
bank syariah dalam menyalurkan pembiayaan menurut Karim (2008) dibedakan
menjadi 4 macam yaitu prinsip jual beli (murabahah, salam dan istishna),
prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), prinsip sewa (ijarah
dan ijarah muntahhiyah bittamlik), serta akad pelengkap (hiwalah,
rahn, qardh, wakalah, dan kafalah). Berdasarkan statistik Bank
Indonesia, pola utama pembiayaan yang mendominasi pada bank syariah adalah
prinsip jual beli dan prinsip bagi hasil.
Secara
umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat
akad utama, yaitu: musyarakah, mudharabah, muzara’ah,dan musaqah. Meskipun
demikian, prinsip yang paling banyak digunakan adalah musyarakahdan mudharabah
(Antonio, 2001). Nurhayati dan Wasilah (2011) menyatakan bahwa secara
teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah
bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi
kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana. Karim (2008) menyatakan bahwa musyarakah
merupakan semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana
mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang
berwujud maupun tidak berwujud. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama
sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan sebelumnya. Melalui pembiayaan
bagi hasil yang disalurkan, bank syariah akan memperoleh pendapatan berupa bagi
hasil yang menjadi bagian bank.
Rumus
untuk menghitung pembiayaan bagi hasil adalah:
PBH
= Ln_Pembiayaan Mudharabah + Ln_Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan bagi hasil pada perbankan
syariah dilakukan melalui akad mudharabah dan musyarakah.
Pembiayaan bagi hasil merupakan salah satu komponen penyusun aset pada
perbankan syariah. Dari pengelolaan pembiayaan bagi hasil, bank syariah
memperoleh pendapatan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati
dengan nasabah (Muhammad, 2005). Pendapatan yang diperoleh akan mempengaruhi
besarnya laba yang diperoleh bank (Firdaus, 2009). Besarnya laba yang diperoleh
bank syariah akan mampu mempengaruhi profitabilitas yang dicapai.
Menurut
hasil penelitian Wicaksana (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan mudharabah
dan musyarakah maka semakin tinggi profitabilitas bank umum syariah
yang diproksikan dengan Return on Asset. Sedangkan bukti empiris Maya
(2009) menunjukkan bahwa semakin tinggi pembiayaan mudharabah dan musyarakah
maka semakin rendah profitabilitas bank umum yang diproksikan dengan net
profit margin dan gross profit margin.
Berdasarkan
kajian teori dan hasil penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan
adalah:
H2: Pembiayaan Bagi Hasil Berpengaruh Positif terhadap Kinerja Keuangan Bank
Umum
Syariah
METODOLOGI
PENELITIAN
Objek pada penelitian ini adalah Bank
Umum Syariah di Indonesia
yang terdiri dari Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega
Syariah, Bank Syariah Bukopin dan Bank BRI Syariah.
Variabel Penelitian dan Definisi
Operasional
1.
Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah kinerja bank syariah. Kinerja yang digunakan adalah
kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROA.
2.
Variabel
independen dalam penelitian ini adalah CAR dan Pembiayaan Bagi Hasil yang
diproksi oleh Mudharabah dan Musyarakah.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan sumber
data historis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh
dari situs resmi www.bi.go.id
tahun 2008
sampai tahun 2011 dengan data Laporan Keuangan Tahunan.
Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian
ini adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan teknik perhitungan
statistik. Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini akan menggunakan
bantuan teknologi komputer yaitu microsoft excel dan menggunakan program
aplikasi SPSS Ver. 17. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan metode Analisis Regresi Data Panel (Ordinary Lease Square). Dalam melakukan analisis
regresi ini,
metode ini mensyaratkan untuk melakukan uji asumsi klasik agar mendapatkan
hasil regresi yang baik.
Uji asumsi klasik tersebut terdiri dari: (1) uji multikoliniearitas dengan
menggunakan nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF);
(2) uji autokorelasi dengan melakukan pengujian nilai Durbin Watson (DW
test); (3) uji heteroskedastisitas grafik scatterplot; dan (4) uji normalitas
dengan menggunakan grafik P-P Plot
Of Regression Standarized Residual.
Persamaan Ordinary Lease Square yang digunakan adalah:
ROA =
α + β1 CARit
+ β2 Ln_PBHit
+ ε1
Keterangan:
α =
Konstanta
β1, β2 = Koefisien Determinasi
ROA = Return On
Asset
CAR = Capital Adequacy Ratio
PBH = Pembiayaan Bagi Hasil
i = Unit Cross Section
t = Periode Waktu
ε1 =
Error (kesalahan pengganggu)
[1] Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Siliwangi
Tasikmalaya, Mahasiswa Magister Sains Akuntansi Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto, email:
irman_tasik@yahoo.co.id
[2] Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Siliwangi
Siliwangi Tasikmalaya, email: wawansukmana@yahoo.com
[4] Untuk
menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga, Islam memperkenalkan
prinsip-prinsip muamalah Islam. Bank syariah lahir sebagai salah satu solusi
alternatif terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba
[5]
Menurut Riyanto, ROA merupakan metode pengukuran yang
paling obyektif yang didasarkan pada data akuntansi yang tersedia dan besarnya
ROA dapat mencerminkan hasil dari serangkaian kebijakan perusahaan terutama
perbankan (Riyanto dalam Stiawan, 2009).
0 komentar:
Posting Komentar