Senin, 10 Juni 2013



BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PENGERTIAN
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menurut UU Perbankan no 7 tahun 1992, adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan dan/ bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Sedangkan pada UU Perbankan no 10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Pelaksanakan BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut SK Direktur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang BPR berdasarkan prinsip syariah.

SEJARAH BERDIRINYA BPR SYARIAH
Status hukum BPR diakui pertama kali dalam Pakto tanggal 27 Oktober 1988, sebagai bagian dari kebijakan keuangan, moneter dan perbankan. Kemudian dipertegas dengan munculnya pemikiran untuk mendirikan bank syariah pada tingkat nasional. Bank yang dimaksud adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri tahun 1992.
Sebagai langkah awal didirikanlah:
1)      PT BPR Dana mardhatillah, kec. Margahayu Bandung
2)      PT BPR Berkah Amal Sejahtera, kec. Padalarang Bandung
3)      PT BPR Amanah Robbaniyah, kec. Banjaran Bandung
Dan pada tgl 25 Juli 1991 ketiganya mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan RI.

            Untuk mempercepat proses berdirinnya BPR syariah dibantuklah lembaga penunjang:
1)      Institute for Syariah Economic Development (ISED)
Bertugas melaksanakan program pendidikan dan bantuan teknis pendirian BPR syariah di indonesia
2)      Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Bank Syariah (YPPBS)
Membantu perkembangan BPR syariah dengan kegiatan:
-          Pendidikan
-          Asistensi dalam pendirian

TUJUAN BPR SYARIAH
1.      Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama golongan masyarakat ekonomi lemah terutama di daerah
2.      Menambah lapangan kerja
3.      Membina semangat ukhuwah islamiyah melalui kegiatan ekonomi
Untuk mencapai tujuan operasionalisasi BPR syariah tersebut, diperlukan strategi operasional berikut:
1.      BPR syariah tidak bersifat menunggu melainkan aktif melakukan sosialisasi kepada pengusaha kecil yang membutuhkan modal
2.      Memiliki jenis usaha yang jangka waktu perputaran uangnya relatif jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala UKM
3.      BPR syariah mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan

USAHA BPR SYARIAH
1)      Simpanan amanah
Disebut dengan simpanan amanah karena bank menerima titipan amanah dari nasabah. Disebut titipan amanah karena bentuk perjanjiannya adalah wadiah, yaitu titipan yang tidak menanggung resiko. Namun bank akan memberikan bonus dari bagi hasil keuntungan yang diperoleh melalui pembiayaan kepada nasabahnya.
2)      Tabungan wadiah
Dalam tabungan ini bank menerima tabungan dari nasabah dalam bentuk tabungan bebas. Sedangkan akad yang diikat adalah wadiah yang tidak menanggung resiko namun bank memberikan bonus kepada nasabah, hasil dari bagi hasil dan kegiatan pembiayaan kredit kepada nasabah lainnya.
3)      Deposito Wadiah Mudharabah
Dalam produk ini bank menerima deposito berjangka dari nasabahnya. Akad yang dilakukan dapat berbentuk wadiah dan mudharabah. Lazimnya jangka waktu deposito adalah 1, 2, 6, 12 bulan dst sebagai bentuk penyertaan modal maka bank memberikan bonus kepada nasabah, hasil dari bagi hasil dan kegiatan pembiayaan kredit kepada nasabah lainnya.
Selain itu, BPR Syariah dapat pula bertindak sebagai baitul maal. Yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shodaqoh, waqof, bibah atau dana social lainnya.
Sementara, dalam menyalurkan dana, BPR mempunyai jasa2 sbb:
1)      Pembiayaan mudharabah
Dalam pembiayaan mudharabah bank melakukan akad dengan nasabah. Bank menyediakan  modal usaha untuk proyek yang dikelola oleh pengusaha. Keuntungannya akan dibagi hasil sesuai kesepakatan.
2)      Pembiayaan Musyarakah
Bank dan pengusaha berjanji bersama-sama membiayai suatu proyek yang dikelola bersama-sama. Keuntungannya dibagi sesuai porsi modal.
3)      Pembiayaan bai’ Bithaman Ajil
Bank menyediakan dana untuk pembelian suatu barang/asset yang dibutuhkan oleh nasabah guna mendukung usahanya.
Namun begitu, sesuai UU Perbankan no. 10 tahun 1998, BPR syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sbb:
1-      Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
2-      Memberikan kredit
3-      Menyediakan pemiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI
4-      Menempatkan dananya dalam bantuk SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan pada bank lainnya.
Pembatasan usahan BPR syariah secara lebih tegas dijelaskan dalam pasal 27 SK Direktur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999. Menurut SK ini, kegiatan operasional BPR adalah:
1)      Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
a.      Tabungan berdasarkan prisip wadiah dan mudharabah
b.      Deposito berjangka berdasarkan mudharabah
c.       Bentuk lain yang menggunakan prisip wadiah dan mudharabah
2)      Melakukan penyaluran dana melalui
a.      Transaksi jual beli:
1-      Murabahah
2-      Istishna
3-      Ijarah
4-      Salam
5-      Jual beli lainnya
b.      Pembiayaan bagi hasil:
1-      Mudharabah
2-      Musyarakah
3-      Lainnya
c.       Pembiayaan lain berdasarkan prinsip:
1-      Rahn
2-      Qardh
3)      Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR syariah sepanjang disetujui DSN.

BPR Syariah tidak diizinkan untuk menerima dana dalam bentuk giro, dan dilarang untuk:
a.      Melakukan kegiatan usaha valas
b.      Melakukan penyertaan modal
c.       Melakukan usaha perasuransian

KETENTUAN PENDIRIAN BPR SYARIAH
Syarat Pendirian
Bentuk hukum BPR syariah meliputi:
1.      Perseroan Terbatas
2.      Koperasi
3.      Perusahaan Daerah
Syarat pendirian BPR syariah:
1.      BPR syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dengan izin BI
2.      BPR syariah hanya didirikan dan dimiliki oleh:
a.      WNI
b.      Badan hokum Indonesia dan seluruh pemiliknya WNI
c.       Pemda
d.      Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c.
Menurut pasal 15 SK Direktur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999, yang dapat menjadi pemilik BPR syariah adalah:
1.      Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan yang ditetapkan BI
2.      Menurut BI memiliki integritas baik:
a.      Akhlak dan moral yang baik
b.      Mematuhi UU yang berlaku
c.       Bersedia mengembangkan BPRS yang sehat.
Selain itu, untuk menjasi anggota dewan Komisaris BPRS wajib memiliki pengetahuan dan atau pengalaman di bidang perbankan. Sedangkan anggota direksi sekurang-kurangnya berpendidikan setingkat D3 atau Sarjana Muda.

Modal
Modal yang harus disetor untuk mendirikan BPRS sekurang-kurangnya:
1.      Rp. 2.000.000.000 untuk BPRS yang didirikan di wilayah DKI Jakarta, Tangerang, Bogor, Bekasi dan Karawang.
2.      Rp. 1.000.000.000 untuk BPRS di wilayah propinsi selain butir 1.
3.      Rp. 500.000.000 untuk wilayah selain pada butir 1 dan 2.
Dari modal yang disetor tersebut, sekurang2nya 50% digunakan untuk modal kerja. Dana tersebut dilarang:
1.      Berasal dari pinjaman atau pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank atau pihak lain di Indonesia
2.      Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah

ORGANISASI/MANAJEMEN BPRS
Kepengurusan
menurut SK Direktur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999 kepengurusan BPRS terdiri dari Dewan Komosaris dan Direksi, serta memiliki dewan pnegawas syariah. Anggota dewan direksi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan:
1.      Anggota direksi lainnya sebagai orang tua, mertua, menantu, saudara kandung, ipar, suami/istri.
2.      Dewan komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak, suami/istri.
Untuk menjaga konsistensi dan kelangsungan BPRS:
1.      BPRS dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional
2.      Tidak diperkenankan mengubah kegiatan usahanya menjadi BPR konvensional
3.      BPR yang tadinya konvensional kemudian diubah menjadi BPR syariah tidak diperkenankan mengubah statusnya menjadi BPR konvensional.

Pembukaan Kantor Cabang
BPRS dapat membuka cabang hanya dalam propinsi yang sama dengan kantor pusatnya. BPRS yang akan membuka kantor cabangnya wajib memenuhi persyaratan tingkat kesehatan selama 12 bulan terakhir dan dalam pembukaan kantor cabang wajib menambah modal disetor sekurang-kurangnya sebesar jumlah untuk mendirikan BPRS untuk setiap kantor.

KENDALA PERKEMBANGAN BPRS
1.      Kiprah BPRS kurang dikenal sebagai BPR prinsip syariah.
2.      Upaya meningkatkan profesionalisme kadang terkendala SDM
3.      Kurang adanya koordinasi dengan bank syariah dan BMT sebagai lembaga keuangan yang mempunyai tujuan syiar islam.
4.      Sebagai lembaga keuangan yang memiliki konsep Islam tentunya bertanggung jawab atas nilai-nilai keislaman masyarakat sekitarnya.
5.      Nama BPRS masih menyisakan kesan BPR menggunakan system konvensional terutama dalam kata perkreditan.

STRATEGI PENGEMBANGAN BPRS
1.      Langkah untuk mensosialisasikan keberadaan BPRS bukan hanya dari produk tetapi dari sistemnya
2.      Usaha untuk meningkatkan SDM dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan-pelatihan mengeni lembaga keuangan syariah
3.      Melalui pemetaan potensi dan optimalisasi ekonomi daerah akan diketahui berapa besar kemampuan BPRS dalam mengelola sumber ekonomi yang ada.
4.      BPRS bertanggungjawab atas keislaman masyarakat sekitarnya, sehingga perlu diadakan kegiatan keagamaan yang rutin.


Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

Buku

Buku
Tanggungjawab Sosial Perbankan Syariah
Diberdayakan oleh Blogger.

Top Menu(DO NOT EDIT HERE!)

Social Icons

Video

Flag Counter

Followers

Featured Posts

Translate

Ordered List

Ergi Collection

Ergi Collection

Popular Posts

Our Facebook Page